Incremental and Absolute Position Encoder and Aplication




1. Tujuan [kembali]
  1. Mengetahui pengertian rotary encoder, incremental dan absolute encoder.
  2. Mengetahui prinsip kerja rotary encoder.
  3. Membuat rangkaian encoder. 


2. Alat dan Bahan [kembali]
1. L293D
Hasil gambar untuk l293d
2. Motor Dc
Hasil gambar untuk motor dc
3. Dioda
Hasil gambar untuk dioda
4. Power
Hasil gambar untuk power supply 12v

3. Teori [kembali]



1.     Pengertian Encoder
         Rotary encoder adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb.
      Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi. Gambar 1 menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut. 

Gambar 1. Blok penyusun rotary encoder
        Terdapat dua jenis rotary encoder, yaitu :

1.        Absolute Encoder

       Absolute encoder menggunakan piringan dan sinyal optik yang diatur sedemikian sehingga dapat menghasilkan kode digital untuk menyatakan sejumlah posisi tertentu dari poros yang dihubungkan padanya. Piringan yang digunakan untuk absolut encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang dimulai dari bagian tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah segmennya selalu dua kali jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di bagian paling dalam memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap, cincin kedua memiliki dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan seterusnya hingga cincin terluar. Sebagai contoh apabila absolut encoder memiliki 16 cincin konsentris maka cincin terluarnya akan memiliki 32767 segmen. Gambar 3 menunjukkan pola cincin pada piringan absolut encoder yang memiliki 16 cincin. 

 Gambar 2. contoh susunan pola 16 cincin konsentris pada absolut encoder

       Karena setiap cincin pada piringan absolute encoder memiliki jumlah segmen kelipatan dua dari cincin sebelumnya, maka susunan ini akan membentuk suatu sistem biner. Untuk menghasilkan sistem biner pada susunan cincin maka diperlukan pasangan LED dan photo-transistor sebanyak jumlah cincin yang ada pada absolut encoder tersebut. 

Gambar 3. Contoh piringan dengan 10 cincin dan 10 LED – photo-transistor untuk membentuk sistem biner 10 bit.

     Sistem biner yang untuk menginterpretasi posisi yang diberikan oleh absolute encoder dapat menggunakan kode gray atau kode biner biasa, tergantung dari pola cincin yang digunakan. Untuk lebih jelas, kita lihat contoh absolut encoder yang hanya tersusun dari 4 buah cincin untuk membentuk kode 4 bit. Apabila encoder ini dihubungkan pada poros, maka photo-transistor akan mengeluarkan sinyal persegi sesuai dengan susunan cincin yang digunakan. Gambar 4 dan 65menunjukkan contoh perbedaan diagram keluaran untuk absolute encoder tipe gray code dan tipe binary code.

Gambar 4. Contoh diagram keluaran absolut encoder 4-bit tipe gray code

       Dengan absolute encoder 4-bit ini maka kita akan mendapatkan 16 informasi posisi yang berbeda yang masing-masing dinyatakan dengan kode biner atau kode gray tertentu. Tabel 1 menyatakan posisi dan output biner yang bersesuaian untuk absolut encoder 4-bit. Dengan membaca output biner yang dihasilkan maka posisi dari poros yang kita ukur dapat kita ketahui untuk diteruskan ke rangkaian pengendali. Semakin banyak bit yang kita pakai maka posisi yang dapat kita peroleh akan semakin banyak.

Gambar 5. Contoh diagram keluaran absolut encoder 4-bit tipe binary code

       Output biner dan posisi yang bersesuaian pada absolute encoder 4-bit, seperti pada tabel

Tabel 1. Output biner dan posisi yang bersesuaian pada absolute encoder 4-bit

2.        Incremental Encoder

     Incremental encoder dapat digunakan untuk mengukur posisi sudut dari sebuah shaft yang  berotasi. Incremental encoder menggunakan sebuah piringan dengan beberapa lubang berupa  garis. Piringan ini diletakkan diantara sebuah LED dan photosensor (photodiode, phototransistor). Berikut struktur incremental encoder : 

Gambar 6 Struktur Incremental Encoder

      Cahaya dari LED akan melewati piringan melalui lubang-lubang piringan, yang kemudian akan diterima oleh photosensor. Karena adanya lubang ini, maka sinyal yang terdeteksi photodiode akan berupa pulsa. Dari pulsa inilah nantinya dapat diketahui seberapa jauh dan cepat shaft berputar. Untuk menentukan arah putaran shaft, biasanya digunakan dua buah LED dan fotodioda sebagai penghasil pulsanya, sehingga terdapat dua channel dengan posisi LED dan fotodioda seperti gambar :Saat channel A mendahului channel B, maka dapat diketahui shaft berputar searah jarum jam, dan sebaliknya jika channel B mendahului channel A, maka shaft berputar berlawanan jarum jam.

Gambar 7 Signal Marker

      Pada gambar diatas terdapat sinyal Marker, sinyal Marker ini biasa disebut index signal. Sinyal ini berfungsi untuk menentukan posisi nol dengan cara memberikan pulsa tunggal setiap satu revolusi.
      Resolusi dari incremental encoder dapat lebih baik dengan cara menambah jumlah lubang pada piringan. Jumlah lubang ini sama dengan jumlah dari pulsa per satu revolusi. Sebagai contoh, jika sebuah incremental encoder memiliki 1000 lubang, dan telah berputar sebanyak 180 derajat, maka pulsa yang dihasilkan sebanyak 500  pulsa. Kelemahan incremental encoder adalah saat supply dimatikan, maka pembacaan posisi shaft akan ter reset.

Grafik respon Encoder


 Gambar 12. Grafik respon Encoder

     

4. Rangkaian dan Prinsip Kerja [kembali]

      A. Rangkaian simulasi proteus :



Gambar 8. Rangkain Encoder
       B. Prinsip Kerja
            IC L293D adalah Pin EN1 adalah pin untuk mengenablekan motor 1 (ON / OFF) biasanya Pin EN1 dihubungkan dengan PWM untuk mengontrol kecepatan motor. Sementara untuk EN2 fungsinya sama dengan EN1 bedanya EN2 untuk mengontrol motor DC 2. Jika IN1 diberi logik 1 dan IN2 diberi logik 0, maka motor A akan berputar kebalikan arah jarum jam. Dan sebaliknya jika IN1 diberi logik 0 dan IN2 diberi logik 1, maka motor A akan berputar searah jarum jam. Jika memberi logik 1 atau 0 pada IN1 dan IN2 bersamaan, Motor A akan berhenti (Pengereman Secara Cepat).  Begitu juga dengan motor B. Sementara untuk mengatur kecepatan motor adalah dengan mengatur input dari enable 1 (pin1) dan enable 2 (pin9) menggunakan PWM (Pulse Width Modulation).
            Untuk mengontrol arah putar motor, maka digunakan acuan seperti tabel dibawah :


Tabel 2.




5. Video [kembali]
      Untuk video simulasi dapat di lihat pada video dibawah :







6. Link Download [kembali]

    Download File Rangkaian Disini
    Download Video Simulasi Disini
    Download HTML Disini
    Download Data Sheet Disini






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar